Menjawab Bully dengan Karya.

Kata “bully” sering terlontar dan terdengar tak asing lagi di kuping kiri maupun kanan kita, dalam kehidupan sosial  masyarakat kita justru sering sekali terdengar dan kita lihat langsung dalam realitas sosial, ataupun prilaku bullyan itu sering juga kita lihat dalam keseharian kita, memang peristiwa ini tidak jauh dari keseharian kita.

Namun saya tidak ingin terlalu jauh masuk ingin menjelaskan panjang lebar tentang bagaimana perilaku hina itu dipraktekkan secara massif sehingga perilaku itu succes untuk menyerang dan mematikan rival kita, Tidak !!! Namun saya melihat ada memang, bagian dari klasifikasi masyarakat yang cenderung untuk menyikapi hal- hal yang ketika ketakpuasan bathin dari golongan mereka sang Pembully ini dalam kaitannya dengan hal-hal vital dan urgent, supaya golongan ini mendapatkan perhatian khusus untuk ajang unjuk gigi dan alay-alaynya mereka, hehe !!!

Ketika tidak diperhatikan dalam hal keberlangaungan anggotanya misal, tidak di lirik terkait hajatnya sebagai golongan yang menurut mereka harus dihormati, maka perilaku bully itupun mereka praktekkan untuk menjatuhkan rivalnya, tanpa mempertimbangkan sisi positifnya asalkan mereka dilirik dan asal membuat mereka senang saja (ammss). Namun, perihal demikian pihak yang dibully juga menjawab bullyan dari golongan pembbully itu sendiri dengan karya-karya nyata. Mereka memilih menutup kuping untuk sesuatu yang tidak penting untuk direspon dengan terlalu serius. Pihak inipun memilih jalan untuk terus bekerja dan bekerja, kemudian untuk mematahkan dan melumpuhkan pihak pembully itu dengan memunculkan narasi, gagasan dan karya-karya nyata mereka, tak peduli dengan sampah. Begitu kira-kira saya baca isi hatinya.. Mm.

Nampaknya konsepnya gubernur DKI di plagiasi oleh pihak yang di bully ini. Tapi, jauh sebelum adanya pernyataan dan konsep seorang gubernur juga, kita sudah dihadapkan dengan permasalahan sosial soalan bully-membully. Hadirnya kalangan aktivis, akademisi yang dari awal adalah titipan masyakat untuk memberi pencerahan pandangan gemilangnya terkait persoalan bully atau saling serang dengan cacian ini diharapkan mampu menetralisir keadaan, malah membuka ruang baru permasalahan yang ada, dan menambah pelik masalah yang ada.

Apalagi hadirnya media digital sebagai wadah untuk saling serang dengan kata-kata kotor. Misal di fb, ig dll. Itu bisa saja menggiring kebenaran awal menjadi salah, malah menambah ruwet urusan sosial. Mulai menjangkau ranah yang sangat pribadi sekalipun, membuka aib rival dengn cara-cara bejat, sehingga urusan yang dulunya biasa-biasa saja menjadi sulit di lerai.

Tujuan mereka supaya pihak yang menjadi bahan untuk di bully menjadi “Common Enemy” (Musuh bersama), inilah yang menjadi tujuan mereka. Lantaran karena mulut-mulut kotor itulah persahabatan akan menjadi renggang, keluarga tak lagi menjadi pertimbangan dan lain-lain.

(Aku Sedang Memotret Kekinian)
Dari Kejauhan

Tinggalkan komentar